BAB I
PENDAHULUAN
I. A Latar Belakang
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan
bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang
memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau
assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak
hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejateraan penduduk. Selain itu industrialisasi
juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan
kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal. UU Perindustrian
No 5 Tahun 1984
Saat ini industri makanan dan
minuman di Indonesia berkembang semakin pesat. Dibanding dengan industri
kreatif lainnya, industri makanan dan minuman mendapat peluang yang sangat
besar untuk terus bertumbuh. Bahkan pada saat krisis sekalipun, industri ini
terbilang mampu bertahan Sementara total nilai ekspor makanan dan minuman tahun
2008 silam sebesar USD 2 juta. Tahun 2008 lalu, total omzet industri ini hampir
mencapai Rp 400 triliun. Selain itu, industri makanan dan minuman harus
mempunyai strategi bisnis yang tepat dan melakukan banyak inovasi agar bisa
naik baik volume penjualan atau keuntungan di tengah krisis keuangan global,
serta diharapkan mampu mengatasi persaingan secara global. Tetapi memang tak bisa
dipungkiri bahwa persaingan di masa sekarang dan masa yang akan datang bukanlah
hal yang mudah.
Pemanfaatan buah pisang sebagian besar masih dikonsumsi dalam bentuk segar, sedangkan penanganan pasca panen sebelumnya yang kurang baik, membuat pisang menjadi
cepat busuk bila tidak cepat dikonsumsi Salah satu jalan untuk mengatasinya adalah melakukan penanganan dan pengolahan buah pisang,
sehingga menjadi produk
yang lebih awet dan bernilai
ekonomis yang tinggi, serta dengan mutu yang terjaga. Salah satu produk olahan pisang yang masih prospektif karena belum
banyak persaingannya adalah tepung
pisang. Industri tepung pisang
diperkirakan akan mampu berkembang
dengan baik, karena permintaan aneka tepung sebagai bahan campuran dalam berbagai
produk olahan seperti biskuit, makanan
bayi, cookies dan cake. Pertumbuhan
ekonomi masyarakat Indonesia juga menyebabkan
semakin tingginya permintaan atas
produk-produk olahan berbasis tepung
tersebut.
II.B
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Prosedur Mendirikan sebuah Industri Makanan?
2.
Bagaimana
Perencanaan Pendirian Industri Tepung Pisang?
II.C
Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah untuk
mengetahui prosedur dalam pendirian industri makanan agar dapat dilaksanakan
sesuai dengan peraturan pemerintah dan untuk mengkaji
peluang pendirian industri tepung pisang di Jawa Barat, khususnya di Sukabumi dan menganalisis
kelayakannya. Studi ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para calon investor mengenai peluang pengembangan industri tepung pisang di Jawa Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. Industri
Industri adalah suatu
usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi
barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian
dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam
bentuk jasa (http://organisasi.org/2006). Menurut I Made Sandi (1985:148)
Industri adalah usaha
untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku atau bahan mentah melalui
proses produksi penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat
diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggitingginya.
Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun
dan perekayasaan industri
II.A. Klasifikasi Industri
Berdasarkan Produksi Yang Dihasilkan
1) Industri primer, yaitu industri yang
menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut..
Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman.
2) Industri sekunder, yaitu industri
yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut
sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang,
industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
3) Industri tersier, yaitu industri yang
hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan
baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang
dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri
angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata
II.B. Dasar-Dasar Hukum Industri
1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
2) Keputusan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 264A/Menkes/SKB/VII/2003 dan
Nomor 02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi dan Kewenangan di Bidang
Pengawasan Obat dan Makanan
3) Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor KEP/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan
Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah;
4) Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Umum
Penanganan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah;
5) Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat;
6) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.6.1571 Tahun 2005 tentang Kotak Pos 3333 Jakarta
10900;
7) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.11.1005 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan;
II.C. Izin Pendirian Industri Makanan
Pendirian suatu industri
harus melewati perizinan. Hal ini dilakukan agar suatu industri memiliki pedoman dan dasar hukum yang berlaku dan
menjaga kualitas bahan baku, proses sampai ke hasil jadi agar konsumen dapat
dilindungi oleh mutu kualitas dari industri tersebut.
a)
Izin Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan Republik Indonesia
Perizinan Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 589/Mpp/Kep/10/1999 Tentang Penetapan
Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal Dan
Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri Dan Perdagangan Di Lingkungan
Departemen Perindustrian Dan Perdagangan Izin Bidang Industri meliputi Izin
Usaha Industri yang selanjutnya disebut IUI, Izin Perluasan dan Tanda Daftar
Industri yang selanjutnya disebut TDI.
b) Izin Dinas Kesehatan
Untuk mengurus
izin produksi makanan atau obat di dinas kesehatan, harus memenuhi syarat
administratif sebagai berikut :
1) Membuat surat permohonan izin
produksi makanan atau minuman kepada dinas kesehatan.
2) Data produk makanan atau minuman yang
diproduksi.
3) Sampel hasil produksi makanan atau
minuman yang di produksi.
4) Label yang akan dipakai pada produk
makanan-minuman yang diproduksi (label atau merek yang kemudian akan dikoreksi
dan dicocokkan dengan produk dan proses produksi. Jika ada ketidakcocokan akan
disesuaikan oleh petugas dari dinas kesehatan).
5) Peta lokasi produksi.
6) Salinan KTP pemilik atau
penanggungjawab perusahaan.
7) Pas foto berwarna berukuran 3×4 cm
bergambar wajah pemilik atau penanggung jawab.
8) Untuk produk minuman, disertai dengan
hasil pemeriksaan laboratorium air baku
c)
Izin Badan pengawas obat dan makanan
(BPOM)
Pendaftaran produk pangan ke Badan
POM dapat dilakukan melalui E-Registration Pangan Olahan yang ada di sub menu
Layanan Publik-Layanan Online-E-registration-E-registration pangan olahan pada
website Badan POM yaitu www.pom.go.id sesuai dengan (Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
Penerapan Pendaftaran Pangan Olahan Secara Elektronik). Badan POM berfungsi, antara lain:
1. Pengaturan, regulasi, dan
standarisasi.
2. Lisensi dan sertifikasi industri di
bidang farmasi berdasarkan “Cara-cara Produksi yang Baik”.
3. Evaluasi produk sebelum diizinkan
beredar.
4. Post marketing vigilance termasuk sampling dan
pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan
dan penegakan hukum.
6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan
pengawasan obat dan makanan.
7. Komunikasi, informasi dan edukasi
publik termasuk peringatan publik.
Setelah proses registrasi diatas juga
harus melampirkan dokumen sebagai berikut:
1.
Sertifikat
CPPOB sebelumnya
2.
Denah
bangunan/lay-out sarana produksi;
3.
Panduan
mutu;
4.
Skema
proses produksi produk yang bersangkutan beserta penjelasannya;
5.
Daftar
Bahan Pangan dan BTP yang digunakan;
6.
Surat
Pernyataan Keterangan Produksi yang menyatakan kesiapan untuk diaudit;
7.
Bukti
pembayaran biaya sertifikasi CPPOB;
8.
Hasil
Audit Surveilan dalam rangka sertifikasi CPPOB atau inspeksi oleh Badan POM; dan
9.
Laporan
CAPA hasil audit/pemeriksaan sebelumnya.
II.D. Hal-Hal Yang Terkait Jika Industri Makanan Tidak
Memiliki Izin
Berdasarkan keputusan dari kepala
badan pengawas obat dan makanan (BPOM) dan perda setempat, untuk seluruh
produksi makanan dan minuman yang diedarkan secara luas harus memiliki izin
produksi, jika tidak akan dikenakan sanksi, seperti di bawah ini
1) Penutupan industri.
2) Penarikan semua barang hasil industri
yang beredar di pasaran.
3) Pelarangan izin beredar.
4) Bahkan dalam beberapa perda, ada
sanksi yang paling berat, yaitu sanksi pidana berupa kurungan paling lama tiga
(3) bulan dan atau denda yang besarnya variatif.
II.E.
Sanksi Terhadap Industri Makanan
1. Pelaku Usaha Pangan yang dengan
sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap Pangan Olahan yang dibuat di
dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) (UU no. 18 tahun 2012
Pasal 142).
2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 142 yang mengakibatkan:
3. Luka berat atau membahayakan nyawa
orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
4. Kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). (UU no. 18 tahun 2012
Pasal 146).
II.F. Pemilihan Lokasi Industri Makanan
Lokasi
industri dalam pembangunan daerah ataupun pembangunan wilayah harus
diperhitungkan secara cermat dan ditentukan secara tepat, agar kegiatan
pembangunan industrinya dapat terlangsung efektif dan efisien. Proses penentuan
lokasi industri optimal sangat berkait dengan "faktor lokasi", karena
"faktor lokasi" ini akan memberikan persyaratan lokasi optimal bagi
kelangsungan kegiatan industri pada suatu wilayah. Dengan lokasi optimal
tersebut dimungkinkan kegiatan indutri dapat berada pada suatu lokasi industri
yang tepat, dan dapat berkembang dengan baik (Arsyad, 1997).
Pemilihan
lokasi pabrik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pada prakteknya berbeda
penerapannya bagi satu pabrik dengan pabrik yang lain, sesuai dengan produk
yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi pabrik seperti
letak konsumen atau pasar, sumber bahan baku, sumber tenaga kerja, air, suhu
udara, listrik, transportasi, lingkungan, masyarakat, dan sikap yang muncul,
peraturan pemerintah, pembuangan limbah industri, fasilitas untuk pabrrik dan
fasilitas untuk karyawan (Hindrayani, 2010).
II.G. Perancangan Bangunan Industri Makanan
Pedoman Perancangan
Bangunan Indutri Brem Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP)
digunakan dalam industri makanan untuk mengidentifikasi risiko keamanan pangan
dan menentukan tindakan yang sesuai untuk mengurangi risiko. Menurut Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia (2011) terdapat tujuh prinsip HACCP, dalam
perancangan ini prinsip yang diterapkan adalah :
a) Mengindentifikasi upaya pencegahan
terhadap risiko bahaya kontaminasi makanan melalui perancangan sarana produksi.
Pencegahan kontaminasi ini meliputi kontaminasi biologis, kimia atau fisik
b) Tindakan perbaikan yang dilakukan
untuk memperbaiki komponen-komponen sarana produksi yang mengalami penyimpangan
yang menyebabkan kontaminasi pada produk makanan yang dihasilkan Good
Manufacturing Practice (GMP)merupakan suatu konsep manajemen dalam bentuk
prosedur dan mekanisme berproses yang tepat untuk menghasilkan output yang
memenuhi standar dengan tingkat ketidaksesuaian yang kecil (GMP Center, 2011).
Aspek dalam GMP meliputi bangunan, utilitas, peralatan, perawatan, kualitas,
kebersihan, pergudangan dan manajemen. Pada perancangan industri brem ini,
peraturan yang diperhatikan adalah mengenai peraturan desain dan konstruksi
bangunan industri yang higienis yang mencangkup bangunan, gudang dan utilitas.
c) Tata Letak Ruang Pabrik Hadiguna
& Setiawan (2008:15) menyebutkan ciri-ciri yang dapat dijadikan patokan
tata letak ruang pabrik yang baik yang berkaitan dengan alur ruang produksi.
Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
·
Aliran
diusahakan lurus
·
Meminimalisir
langkah balik ( backtrack )
·
Gang
yang lurus untuk mempermudah kelancaran aliran bahan
·
Operasi
pertama dekat dengan penerimaan
·
Operasi
terakhir dekat dengan pengiriman
d) Alur Kegiatan Pekerja Berikut ini
merupakan ketentuan dari BPOM (2012) yang diterapkan untuk mencegah pekerja
mengkontaminasi produk makanan:
·
Karyawan
yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian
kerja dapat berupa penutup kepala, sarung tangan, masker dan/ atau sepatu kerja
·
Karyawan
harus selalau mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan pengolahan,
sesudah menangani bahan mentah atau kotor, dan sesudah keluar dari toilet
Berdasarkan peraturan BPOM (2012) maka sebelum memasuki ruang kerja
masingmasing para pekerja diharuskan melalui ruang ganti untuk mengganti
pakaian dari pakaian yang digunakan saat di luar ruang dan pakaian yang akan
digunakan untuk melakukan proses produksi. Setelah dari ruang ganti pekerja
diwajibkan untuk mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan.
e) Higienitas Ruang Produksi Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam merancang suatu industri makanan adalah
keamanan, layout industri yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi proses
produksi, serta pemisahan ruang produksi dengan ruang lain seperti gudang dan
ruang fasilitas pekerja (Thaheer, 2005). Sebagai ruang yang langsung
bersentuhan dengan proses produksi maka berdasarkan peraturan BPOM (2012) seluruh
elemen material dalam bangunan industri makanan harus dapat menjamin bahwa
produk yang diproduksi tidak terkontaminasi oleh bahaya fisik, biologis, dan
kimia selama proses produksi dan elemen tersebut mudah dibersihkan dan
disanitasi. Elemen dalam bangunan industri adalah lantai, dinding atau pemisah
ruang, langit-langit, pintu ruangan, jendela, ventilasi, permukaan dan tempat
kerja.
f) Pengendalian Hama Sebuah industri
makanan memicu datangnya hama. Hama akan bersarang di sekitar lokasi produksi
dan dapat menimbulkan kontaminasi pada produk makanan. Oleh karena itu perlu
ada mencegahan terhadap kontaminasi hama dalam bentuk arsitektural yang merujuk
pada aturan BPOM (2012):
·
Lubang-lubang
dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup
·
Jendela,
pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari
masuknya hama
·
Bahan
pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama
·
Pangan
seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai,
dinding dan langit-langit
·
Ruang
produksi harus dalam keadaan bersih
g) Penanganan Limbah Limbah yang
dihasilkan dari proses proses produksi brem ada dua jenis yaitu limbah padat
yang berupa air bekas cucian beras dan limbah padat berupa ampas tape.
BAB III
PEMBAHASAN
III.A. Aspek – Aspek Dalam Pendirian Industri
1.
Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek ini merupakan salah satu aspek yang penting
bagi proyek, karena merupakan jawaban
dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut dibuat. Hal ini sangat
dirasakan jika bidang usaha bersifat manufacturing atau proses teknologi. Aspek teknis
dan teknologis meliputi :
a. Penentuan lokasi proyek, yaitu dimana suatu proyek akan didirikan, baik berupa lokasi atau lahan proyek.
Peubah-peubah yang perlu
diperhatikan antara lain : iklim dan keadaan tanah, fasilitas
transportasi, ketersediaan
tenaga kerja, tenaga
listrik dan air, sikap masyarakat dan encana masa depan untuk perluasan perusahaan.
b. Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan
volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu
tertentu.
c. Pemilihan
teknologi yang tepat
yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tanaga ahli, bahan baku, bahan pembantu, kondisi alam
dan lainnya tergantung proyek yang didirikan.
d. Pemilihan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang dipilih,
termasuk tata letak bangunan dan
fasilitas lainnya.
2.
Aspek Pasar dan Pemasaran
Pengetahuan dan analisis
pasar
bersifat
sangat menentukan
berhasil
tidaknya
suatu proyek. Hal ini karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil
analisis pasar. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran, hal yang perlu diperhatikan
adalah :
a. Bagaimana produk tersebut
dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini.
b. Berapa permintaan produk dimasa lampau dan sekarang,
bagaimana komposisi
permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan.
c. Bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa
mendatang serta berapa persen dari permintaan dapat diambil.
d. Bagaimana kemungkinan adanya
persaingan.
Kegunaan analisa pasar
adalah untuk menentukan besar, sifat
dan pertumbuhan permintaan
total akan produk
yang bersangkutan, deskripsi tentang
produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya
persaingan, berbagai faktor yang ada kaitannya dengan pemasaran
produk, serta strategi atau program pemasaran yang sesuai untuk produk.
3.
Aspek Manajemen dan Operasi Proyek
Aspek manajemen dan operasi
proyek
meliputi
bentuk organisasi atau
badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan dan
spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota
direksi dan tenaga lainnya.
4.
Aspek Finansial dan Ekonomi
Evaluasi aspek finansial diperlukan
untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Dari analisa
aspek finansial akan diperoleh gambaran tentang
struktur permodalan bagi perusahaan,
yang mencakup seluruh kebutuhan modal
untuk dapat melaksanakan aktivitas
mulai dari perencanaan sampai
pabrik beroperasi. Secara umum
biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian
aliran dana yang diperlukan dan kapan
dana tersebut dapat dikembalikan
sesuai dengan jumlah waktu
yang sudah ditetapkan, serta
apakah proyek tersebut menguntungkan
atau tidak.
Aspek ekonomi leboh menitikberatkan pada keuntungan yang akan diperoleh
oleh masyarakat sekitarnya, pemerintah setempat dan lingkungan dimana proyek didirikan.
Manfaat ekonomi tersebut antara
lain penambahan pendapatan daerah
serta penambahan lapangan kerja baru.
5.
Aspek Yuridis
Aspek ini penting karena menyangkut
hukum yang mengatur tingkah laku badan
usaha. Untuk menampung aspirasi dalam
mencapai tujuan usaha, diperlukan suatu wadah untuk melegalisasi kegiatan. Dalam evaluasi yuridis
yang diperlukan adalah izin-izin
yang harus dimiliki karena
merupakan syarat legalisasi
usaha.
Hal yang
perlu diperhatikan adalah
bentuk badan usaha
yang akan digunakan
dan berbagai akte, sertifikat serta izin yang diperlukan.
III.B.
Ketenagakerjaan
Hukum
ketenagakerjaan adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara
pekerja dengan majikan atau pengusaha dan pemerintah, termasuk di dalamnya
adalah proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan
hubungan tersebut menjadi kenyataan. Dari rumusan tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan, bahwa hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu himpunan peraturan
yang mengatur hubungan hukum antara pekerja, majikan/pengusaha, organisasi
pekerja, organisasi pengusaha, dan pemerintah.
III.C.
Hubungan Tenaga Kerja Dengan Pengusaha
Hubungan
kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah
adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah.10 Dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja
mempunyai unsur-unsur, yaitu :
1) Pekerjaan Dalam suatu perjanjian
kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan
tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan,
pekerja tersebut dapat menyuruh orang lain. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya,
maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, perjanjian kerja tersebut
putus demi hukum.
2) Upah, memegang peranan penting dalam
perjanjian kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja
bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada
unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.
3) Perintah, Manifestasi dari pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan
harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
yang diperjanjikan.
Comments
Post a Comment