Skip to main content

makalah penyulingan minyak mawar (Rosa hybrida L.)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils atau  volatile oilsserta minyak aromaterapi merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairankental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yangkhas (Simon. 1990). Minyak berbau wangi khas yang dihasilkan dari tanaman atau hewan, terdiri dari atas campuran berbagai senyawa kimia yang termasuk golongan hidro karbon. Terdapat 100 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, 40 diantarnya terdapat di Indonesia (Manurung, 2010).
Beberapa tanaman hasil minyak atsiri yaitu mawar, nilam, kenanga, melati, cengkeh, yiang-yiang, sereh wangi, akar wangi, pala, kayu manis dan lain-lain. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Mawar adalah tanaman bunga yang umumnya digunakan dalam industri mawar potong, kosmetik, parfum, obat dan aromaterapi serta sebagai bahan makanan, miuman ataupun zat aditif bagi makanan olahan karena kandungan vitamin C yang tidak kalah dengan kandungan vitamin C pada buah jeruk, kelopak atau helai bunga mawar (petal) bisa diolah menjadi sirup, selai ataupun unsur vitamin tambahan yang ditambahkan pada makanan olahan. Namun dibalik aroma khas dan keindahannya, mawar juga mengandung komponen polivenol dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan (Ditjen POM, 1999).

Menurut Hembing dkk. ( 1993), mahkota bunga mawar dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk darah, TBC, disentri, campak, nyeri haid dan lain-lain. Mawar banyak dipakai dalam bentuk bunga tangkai untuk upacara atau adiah pada hari-hari penting, dan menurutkegunaannya dapat dikelompokkan menjadi bunga potong, mawar taman, tanaman hias pot,  dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002).
Minyak mawar adalah salah satu jenis minyak atsiri yang merupakan produk metabolik sekunder dari sekuntum bunga mawar. Sebenarnya seluruh bagian organ mawar mengandung minyak, namun jaringan yang paling banyak menghasilkan minyak atsiri adalah daun dan bunga dengan konsentrasi terbesar pada mahkota bunga. Untuk memproduksi minyak mawar berkualitas tinggi dibutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Untuk menghasilkan satu gram minyak atsiri mawar murni diperlukan sekitar 2000 kuntum bunga mawar, sehingga harga minyak atsiri murni sangat mahal.
Pemilihan metode ekstraksi yang tepat sudah tentu tergantung pada tekstur bunga dan kandungan air tanaman yang dapat melalui ekstraksi. Ekstraksi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas.
Pemilihan metode ekstraksi minyak yang tepat akan memberikan kualitas minyak atsiri yang optimal. Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi minyak mawar dengan metode lemak dingin, lemak panas dengan penambahan berbagai jenis bahan pelarut untuk menghasilkan rendemen minyak mawar.

1.2.  Rumusan Masalah
1.      Jenis pelarut apa yang paling baik untuk mengkstrak minyak mawar.
2.      Komposisi bunga mawar.
3.      Cara penyulingan minyak atsiri pada bunga mawar.
1.3. Tujuan :
1.      Klasifikasi bunga mawar
2.      Untuk mengetahui jenis pengekstrak terbaik dalam ekstraksi minyak bunga mawar.
3.      Untuk mengetahui komposisi bunga mawar dan cara ekstraksi.
4.      Penyulingan Minyak mawar


BAB II
ISI

2.1. Bunga Mawar (Rosa hybrida L.)
 Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin dan panas (Diamond, 1990). Terdapat ribuan varietas dari mawar, masing-masing memiliki aroma yang berbeda-beda, jumlah petal yang berbeda, begitu juga warna dan nama yang berbeda (Rukmana, 1995).
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Sub-Divisi       : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Rosanales
Famili              : Rosaceae
Genus              : Rosa
Species            : Rosa hybrida. (Bappenas 2000)
Mawar termasuk tanaman tahunan (perennial) yang mempunyai struktur batang berkayu keras, berduri, bercabang banyak, menghasilkan bunga dan biji terus-menerus (Rukmana, 1995). Selama siklus hidupnya, tanaman mawar terus tumbuh seolah-olah tidak terbatas dan masa produksinya berulang-ulang. Mawar merupakan salah satu tanaman hias bunga yang paling terkenal di dunia (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar berdasarkan cara tumbuhnya dibedakan menjadi dua, yaitu merambat dan semak. Tipe pertumbuhan semak dibagi dalam tiga kelompok yaitu polyantha, floribunda dan hybrid tea (Dole dan Wilkins, 2005).

Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa Polyantha merupakan jenis mawar taman yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil dengan garis tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat banyak ranting yang masing-masing memiliki sekuntum bunga.
Mattjik (2009) menambahkan bahwa Polyantha merupakan tanaman semak pendek (50-60 cm), memiliki ciri menghasilkan bunga terus-menerus, bunganya bergerombol dengan ukuran kecil, diameter bunga ± 5 cm, daun bunga kelipatan 5 dan warna bunga biasanya merah, kuning, putih, merah jambu, salmon dan orange. Permintaan tanaman hias mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan tanaman hias di dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan (Ashari, 1995).
Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa mawar termasuk bunga yang paling disenangi di seluruh dunia dan sering dipakai sebagai lambing keindahan, ketenangan, kedamaian, dan pemujaan juga dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong dan tanaman hias, serta sebagai bunga tabur dan bahan industri kosmetika atau pewangi makanan. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa mawar biasanya dimanfaatkan sebagai bunga potong, tanaman hias dalam pot atau tanaman bedengan. Tanaman mawar dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi di daerah tropis (Mattjik, N. A., 2009).
Tanaman mawar yang dibudidayakan di daerah yang beriklim sejuk (dataran tinggi) warna bunganya lebih cerah dengan ukuran bunga yang lebih besar (Ashari, 1995). Mawar dapat ditanam di lapang maupun di rumah kaca. Cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mawar yang ditanam di rumah kaca. Karena cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mawar yang tumbuh di dalam rumah kaca (Dole dan Wilkins, 2005).

2.2. Minyak Mawar
Minyak mawar memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005, Dewi, dkk. 2006). Prospek ekspor minyak mawar di masa datang masih cukup besar sejalan dengan semakin tingginya permintaan terhadap parfum dan kosmetika, trend mode, dan belum berkembangnya materi subsitusi minyak mawar di dalam industri parfum maupun kosmetika, di samping sebagai bahan pembuatan aroma terapi. Minyak mawar diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tumbuhan mawar. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sehingga sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir, 1990)
Minyak mawar adalah minyak atsiri bunga mawar yang didapat dari ekstraksi bunga mawar, terutama dari spesies rosa damascena. Minyak mawar mengandung  geraniol dan citronellol dengan konsentrasi keduanya mencapai 75% dari minyak. Selain itu, juga terdapat linalool, citral dan phenyl ethyl alcohol, nerol, farnesol, eugenol, serta  nonylic aldehyde dalam jumlah sedikit (BugBad, 2007).
Minyak mawar terdiri dari geraniol beraroma wangi yang mempunyai rumus kimia C10H18O dengan rumus bangun CH3.C[CH3]:CH.CH2.CH2.C[CH3]:CH.CH2OH dan l-sitronelol; serta rose camphor (parafin tanpa bau) ( Robinson, T. 1995).

2.3. Komposisi Minyak Atsiri Mawar
Minyak mawar esensial umumnya warna kuning muda dan sangat pedas. Komponen utama minyak mawar yang penting adalah sitronelol. Sitronelol membentuk 30-35% (dengan volume) minyak atsiri bunga mawar. Dua senyawa lain yang berlimpah dalam minyak mawar geraniol (15-25%) dan Nonadecane (10-25%). Banyak molekul tambahan yang hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah termasuk alkohol phenylethyl, heptadecane, geranyl asetat, eugenol, alpha-pinene dan nerol. Banyak dari bau yang menyenangkan bunga mawar berasal dari sekelompok molekul yang disebut Damascenones, yang sering membuat kurang minyak mawar berkadar ential oil (Babu, 2002 dan Loghmani-Khouzani, 2007).

2.4. Lemak/Mentega Putih (Shortening)
Menurut SNI (1995), mentega adalah produk berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan. Mentega adalah produk olahan susu yang bersifat plastis, diperoleh melalui proses pengocokan sejumlah krim. Mentega yang baik mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Wahyuni & Made, 1998).
Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain (Winarno, 1991). Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Wahyuni & Made, 1998). Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam kue dan roti mempunyai fungsi antara lain memperbesar volume bahan pangan, menyerap udara, stabiliser, emulsifier, membentuk cream, memperbaiki keeping quality dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak dan mengempukan tekstur kue karena mentega putih mengandung shortening dan makanan menjadi empuk (Moehyi, 1992).

2.5. Ekstraksi Dengan Pelarut
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan (Depkes RI, 2000). Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar bunga mawar dan pelarut sehingga pada mawar terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan plarut  maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam mawar yang diekstraksi . Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bunga mawar (Bernasconi  et al , 1995).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah cara yang paling efisien dalam menghasilkan minyak mawar yang berkualitas. Pelarut yang ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat: tidak toksin, tidak bersifat eksplosif, mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, mudah dan murah (Guenther 1990). Zat menunjukan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan dan proses pemindahan suatu solut secara selektif dari suatu bahan atau campuran dengan suatu pelarut (solvent) dikenal sebagai ekstraksi (Sugar et al., 1990).
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan minyak mawar dari bunga mawar berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian mawar terhadap pelarut yang digunakan (McCabe  et al , 1999). Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan heksan (Anonymous, 2006).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu:
1.      Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2.      Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat (McCabe et al, 1999).
Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen  yang  lebih  tinggi  daripada  ekstraksi  tunggal ( Voigh 1995).

2.6. Cara Ekstraksi
Cara ekstraksi merupakan sistem pembuatan minyak atsiri yang bahan bakunya memiliki rendemen kecil, rusak pada suhu tinggi, dan rata-rata larut dalam air. Cara ekstraksi biasanya digunakan untuk bahan baku minyak atsiri berupa bunga. Beberapa komoditas minyak atsiri yang menggunakan sistem ekstraksi di antaranya mawar, melati, dan sedap malam (Harbone, 1996).
Cara ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi minyak atsiri secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap (solvent extraction). Maka ekstraksi minyak atsiri mawar yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan ekstraksi lemak dingin dan ekstraksi lemak panas (Anonim, 2000). Pada umumnya bahan yang akan diekstraksi akan mendapatkan minyak atsiri ini pun tergantung dari sifat senyawa suatu bahan yang akan diekstraksi (Harbome dan Robinson 1995).
Prinsip metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan minyak atsiri di dalam bahan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang dapat digunakan di antaranya alkohol, heksana dan benzena. (Anonymous, 2006). Ekstraksi minyak dengan lemak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara enfleurasi dan maserasi. Pada ekstraksi enfleurasi, absorbsi minyak dilakukan oleh lemak pada suhu rendah, sedangkan pada maserasi, absorbsi minyak dengan lemak dengan keadaan hangat (Panji, 2005).


2.6.1. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi)
Proses enfleurasi adalah proses ekstraksi memakai pelarut tidak menguap yang dingin yaitu berupa lemak padat, cara ini telah dilakukan beberapa puluhan tahun yang lalu yaitu sebelum dikenal proses ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap. Enfleurasi dilakukan dengan merendam bunga dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yang ingin di ekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman 1998).
Proses enfleurasi untuk absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya. Daun bunga terus menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri dan minyak yang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat (Armando, 2009).
Enfleurage merupakan cara yang sangat baik untuk mendapatkan minyak atsiri dari tumbuhan terutama dari bunga. Lemak mempunyai daya absorpsi atau berinteraksi dengan minyak atsiri, jika dicampurkan dengan bahan yang mengandung minyak atsiri. Menurut  Purchon (2002) cara enfleurasi dilakukan dengan meletakkan bahan yang mengandung minyak atsiri pada lemak padat dan menutupnya dengan rapat, maka minyak atsiri yang keluar akan diabsorpsi oleh lemak. Kemudian minyak atsiri dipisahkan dari lemak dengan cara ekstraksi dengan alkohol, kemudian alkohol dipisahkan dari minyak atsiri tersebut (Soeparman dkk, 2009).

2.6.2. Ekstraksi dengan lemak panas (Maserasi)
Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam, Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa – senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009). Maserasi dilakukan dengan cara merendam bunga mawar dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel mawar dan masuk ke rongga sel mawar yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan diluar sel bunga mawar, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel bunga mawar dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan (kamar) (Anonim, 2000).
Ekstraksi dengan menggunakan lemak panas, proses ekstraksi berjalan dengan cepat. Maserasi adalah suatu cara ekstraksi dengan perendaman mawar di dalam lemak panas selama waktu tertentu. Cara maserasi dapat digunakan untuk bahan yang lunak dan untuk bahan yang keras (telah dirajang). Selama perendaman minyak atsiri yang keluar dari mawar akan berinteraksi dengan lemak, minyak atsiri kemudian dipisahkan. Untuk memisahkan minyak atsiri dari lemak, diekstraksi dengan alkohol (sama seperti enfleurage) (Cristina, 2008). Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan. Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah, mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat aktif (Ahmad, 2006).

2.7 Optimalisasi Kondisi Ekstraksi
Secara umum, optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan kondisi gugus yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu. Optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum fungsi tujuan. Dalam hal ini pendekatan sistem memungkinkan untuk memberikan penanganan masalah dengan suatu metode yang logis sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan mendesain sistem secara keseluruhan dari subsistem atau komponen yang saling berinteraksi (Anonymous, 1991).
Optimalisasi bertujuan menemukan nilai peubah dalam proses yang menghasilkan nilai terbaik pada syarat–syarat kondisi yang digunakan. Penyelesaian optimalisasi terfokus pada pemilihan peubah terbaik di antara keseluruhan dan proses metode kuantitatif yang efisien termasuk komputer, serta perangkat lunak program komputasi yang termasuk dalam pemilihan yang tepat dan hemat biaya. Selain itu, untuk menjalankan komputer membutuhkan analisis yang kritis, pemahaman pada kesesuaian suatu objek, dan pengalaman sebelumnya yang kadang disebut “engineering judgement” sebelum menghasilkan informasi yang berguna (Gespersz, 1992).
Optimasi linier berkaitan dengan penentuan nilai-nilai ekstrim dari sebuah fungsi linier, yang mempunyai ruang definisi ditentukan oleh satu sistem persamaan linier. Persoalan optimasi ini dibagi dalam dua bagian utama yaitu persoalan maksimasi dan persoalan minimasi (Mulyono (1991). Pada umumnya apabila permasalahan perusahaan adalah kombinasi keluaran maka programasi pangkat tunggal akan diarahkan kemaksimasi keuntungan, sedangkan apabila persoalan menyangkut kombinasi masukan maka biasanya akan diarahkan pada minimasi biaya (Mulyono (1991).

2.8. Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah pelarut organik (mengandung karbon). Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja dengan optimal (Susanto, 1999).
Jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal (susanto, 1999). Jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya mawar yang diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum (McCabe, et al 1999).
2.9. Pemilihan Pelarut
Ada beberapa syarat ideal untuk menjadikan suatu pelarut organik menjadi pelarut pada pengambilan minyak atsiri dari bunga mawar atau bunga apapun yang nantinya akan mempengaruhi kualitas minyak bunga yang di ekstrak, berikut sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut (Guenther, 2006).
         Harus dapat melarutkan zat wangi bunga secara cepat dan sempurna dansedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin
         Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi
         Pelarut tidak boleh larut dalam air 
         Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak bunga
         Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak akan tertinggal dalam minyak 
         Harga pelarut harus serendah mungkin dan tidak terbakar (Guenther 1990).


2.10. Jenis Bahan Pelarut
2.10.1. Alkohol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH Titik didihnya pada tekanan 760 mmHg adalah 78,40C, titik lelehnya 114.3oC, bobot molekul 46.67 g/mol, dan densitasnya 0.789 g/cm3 pada suhu 20oC dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991). Etanol atau alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia  farmasi  dan industri  makanan dan  minuman. (Anonymous, 2005). Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1994).
                Tabel 1. Karakteristik etanol
Sifat fisik kimia
Rumus molekul
C2H5OH
Berat Molekul 
46,07 kg/mol
Spesifik gravity   
0,789
Melting point  
- 1120C
Boiling point 
78,40C
Soluble in water   
insoluble
Density 
0,7991 gr/cc
Temperatur kritis   
243,10C
Tekanan kritis   
63,1 atm
Sumber : (HSDB, 1999).

2.10.2. Heksana
Heksana adalah senyawa hidrokarbon golongan  alkana dengan  rumus C6H14 dengan bobot molekul 86.18 g/mol. Heksana memiliki densitas 0.6548 g/ml, titik leleh −95°C (178 K), merupakan fraksi petroleum eter dengan kisaran titik didih 65-70oC dan viskositas sebesar 0.294 cP pada suhu 25°C (Anonim, 2007). Heksana merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, dan larut dalam alkohol, aseton, eter, tetapi tidak larut dalam air. Keuntungan pelarut ini yaitu bersifat selektif dalam melarutkan zat, menghasilkan jumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat mengekstrak zat pewangi dalam jumlah besar. Heksana dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak mawar yang dapat digunakan sebagai minyak atsiri (Jos, B., 2004).
Heksana biasa digunakan sebagai solven untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian dan sayuran seperti kacang kedelai, jagung, dan kacang tanah, pelarut untuk perekat, tinta, dan sebagai cleaning agent. Selain itu, heksana juga digunakan sebagai cairan dalam termometer suhu rendah. Sampai sejauh ini tidak ada informasi mengenai efek karsinogenik pada manusia atau hewan (Anonim, 2007). Penggunaan pelarut heksana sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari minyak sawit kasar didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat nonpolar dan hanya larut dalam pelarut nonpolar (Mappiratu, 1990).

  Table 2. karakteristik Heksana
Sifat fisik kimia
Deskripsi
cairan tak berwarna
Rumus
C6H14
kadar
97,7 %
Berat Jenis
0,660 g/ml (200C)
Berat molekul
86,10
Titik didih
68,950C
Titik lebur
- 95,30C
Kekentalan
0,294 CP (250C)
Kelarutan
tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, sangat larut dalam alkohol 
  Sumber : (HSDB, 1999).
2.10.3. Aseton
Nama lain dari aseton adalah Î²-ketopropanedimethyl ketone (CH3COCH3). Aseton memiliki berat molekul 58.09 g/mol, densitas 0.79 g/cm³, titik leleh −94.9°C (178.2 K), titik didih 56.3°C (329.4 K), viskositas 0.32 cP pada 20°C. Aseton memiliki karakteristik mudah
menguap, higroskopik, dan mudah terbakar. Aseton juga larut dalam air, alkohol, kloroform, eter, dan minyak Aseton biasa digunakan sebagai solven untuk lemak, lilin, resin, nitroselulosa, selulosa asetat, dan asetil. Selain itu, aseton juga berperan sebagai agen untuk ekstraksi kandungan dari tanaman atau hewan. Apabila terjadi iritasi atau terhirup, aseton bisa menyebabkan efek hepatotoksik (kerusakan hati). Kontaminasi pada air (misal susu), atau udara (aseton bersifatvolatil) dapat memicu chronic exposure. Aseton bukan komponen yang sangat toksik tapi dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit. Terkait dengan sifat melarutkan karotenoid, aseton berperan sebagai pelarut pada karotenoid dalam keadaan terikat dengan senyawa lain yang bersifat polar (Mappiratu, 1990).


2.11. Penyulingan Minyak Mawar

Banyaknya kekayaan hayati Indonesia menjadikan semakin berkembang ide-ide untuk meningkatkan nilai jual produk tanaman terutama tanaman penghasil minyak atsiri (essential oil). Di Indonesia telah dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang bisa di komersialkan, tapi baru sebagian saja yang telah digunakan sebagai sumber minyak atsiri secara komersil.
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri dikenal dengan cara menyuling atau destilasi terhadap tanaman penghasil minyak.
Didunia komersil, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
1.         Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation) 
2.        Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
3.        Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan nilai ekonomis serta efektifitas produksi.
Berikut ini akan saya bahas masing-masing metode penyulingan diatas :

2.11.1.Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
Cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja. Cara ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti mawar dan melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya akan lebih cocok dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi.
Yang perlu diperhatikan adalah ketel terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel, tembaga atau besi berlapis aluminium.

2.11.2.Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)

Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap langsung (Direct Steam Distillation).
Metode penyulingan dengan sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan.




2.11.3.Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)

Pada sistem ini bahan baku tidak kontak langsung dengan air maupun api namun hanya uap bertekanan tinggi yang difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensor yang berisi campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat jenis minyak. Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang membutuhkan tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel tanaman, misalnya gaharu, cendana, dll.

Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan pada proses destilasi antara lain :

Bahan baku (Raw material)
Pilih bahan baku yang jelas mempunyai randemen minyak tinggi. Pengukuran rendemen minyak dilakukan di laboratorium atau bisa juga dilakukan sendiri dengan alat Stahl Distillation. Jika belum punya alatnya, Anda bisa pesan dengan disini.
Sebelum disuling bahan baku harus dirajang dahulu untuk mempermudah keluarnya minyak yang berada di ruang antar sel dalam jaringan tanaman.
Tentukan juga perlakuan awal raw material, apakah bahan basah, layu atau kering. Ini sangat penting karena setiap bahan baku memerlukan penenangan yang berbeda. Sebagai contoh perlakuan nilam sebaiknya dalam keadaan kering dengan kadar air antara 22-25%. Jika yang masuk ketel adalah nilam basah membutuhkan waktu destilasi lebih lama, akibatnya cost produksi menjadi lebih besar.

Alat Penyulingan
Untuk mendapatkan produk minyak atsiri yang berkualitas, gunakan alat yang tidak bereaksi/menimbulkan kontaminasi terhadap produk minyak. Material yang baik adalah dengan glass/pyrex dan stainless steel. Untuk material glass hanya mampu untuk skala laboratorium, sedang skala industri biasa digunakan stainless steel.
Jenis material stainlees steel mulai dari yang paling bagus antara lain :
1.        Material Pharmaceutical Grade (SUS 316)
2.        Material Food Grade (SUS 314)
3.        Material Mild Mild Steel Galvanized
4.        Material Mild Steel
Untuk keperluan destilasi minyak atsiri biasa digunakan material food grade.
Perlu diperhatikan juga penggunaan jacket ketel atau sekat kalor jika proses penyulingan berada didaerah dingin seperti di pengunungan, ini dimaksudkan agar mengurangi kehilangan kalor panas.
Jangan lupa dipasang juga accessories control dan safety device yang minimal berupa thermometer, manometer tekanan (pressure gauge) dan safety valve untuk alat destilasi yang menggunakan boiler.

Condensor (Pendingin)
Alat ini digunakan untuk kondensasi (mengembunkan) uap yang keluar dari ketel. Prinsip kerja alat adalah merubah fase uap menjadi fase cair karena pertukaran kalor pada pipa pendingin. Pada alat berskala laboratorium bisa menggunakan condensor lurus (liebig), sedang untuk skala industri harus menggunakan kondensor yang lebih besar. Kondensor untuk skala produksi berbahan stainless dalam bentuk pipa spiral agar kontak dengan air pendingin lebih lama dan area perpindahan kalor juga lebih panjang.

Separator (Pemisah Minyak)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri dengan air berdasarkan perbedaan berat jenis. Separator untuk alat suling sistem kukus kohobasi tersedia 2 macam yaitu untuk minyak dengan density (massa jenis) rendah dan minyak density tinggi.

Receiver Tank (Tangki Penampung)

Digunakan untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass atau stainless steel. Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak terhindar dari masuknya sinar matahari langsung sehingga tidak menurunkan grade minyak.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH Iodo - Iodimetri

Iodo-Iodimetri BAB I PENDAHULUAN I.1  Latar Belakang Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti yang kadar terdapat dalam serbuk vitamin C. Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku. Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksi

Reseach and Development (R&D)

1.       Departemen Reseach and Development (R&D) Departemen R&D merupakan Inti ( Core ) dari industri farmasi. Penelitian yang dilakukan R&D terkait dengan inovasi produk baru dan perubahan formula produk lama dengan tujuan meningkatkan mutu, stabilitas dan kenyamanan suatu produk.penelitian dan pengembangan terhadap produk selalu dilakukan secara berkesinambungan mengikuti Trend ilmu pengetahuan, teknologi dan regulasi. Dalam pengembangan produk terbagi dalam 3 bagian: 1)       Formulasi Development (ForDev) Formulasi Development (ForDev) bertugas dalam pengembangan formulasi, mentransfer formula ke proses, dan pengembangan produk. Apabila formula tersebut memenuhi syarat , formula tersebuut akan doiserahkan kepada bagian AnDev untuk dianalisa. 2)       Analytical Development (AnDev) Analytical Development (AnDev) bertugas dalam pengembagan analisa produk baik itu bahan baku ataupun bahan tambahan yang telah disusun oleh tim ForDev. Outputnya adalah met

Makalah ANTIDIABETES

MAKALAH TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI ANTIDIABETES BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi di dalam tubuh. Sebagian besar orang-orang menyebutnya dengan penyakit kencing manis. Biasanya para penderita DM akan disertai dengan berbagai gejala seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan  berat badan. Apabila tidak dilakukan perawatan dan pengontrolan pengobatan yang baik pada penderita DM, maka akan menyebabkan berbagai penyakit menahun seperti serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit  pembuluh darah tungkai dan lain sebagainya. Penyebab diabetes dapat disebabkan berbagai hal seperti keturunan, pola hidup yang tidak sehat, dan lain-lain. Penderita diabetes pun setiap tahunnya semakin bertambah. S ejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita d iabetes melitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keata