ANTIEMETIK
ANTIEMETIK Aman Untuk Ibu Hamil :
1.
Ondansetron
a. Kategori
: B
b. Farmakokinetik
Ondansetron
dapat diberikan secara oral dan parenteral. Pada pemberian oral, dosis yang
diberikan adalah 4-8 mg/kgBB. Pada intravena diberikan dosis tunggal ondansetron
0,1 mg/BB sebelum operasi atau bersamaan dengan induksi (Goodman dan Gilman,
2001). Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Ondansetron di
eliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara
hidroksilasi dan konjugasi dengan glukoronida atau sulfat di hati (Sulistia et
al., 2007). Pada disfungsi hati terjadi penurunan kadar plasma dan berpengaruh
pada dosis yang diberikan. Kadar serum dapat berubah pada pemberian bersama
fenitoin fenobarbital dan rifampin (Omoigui, 1997). Efek ondansetron terhadap
kardiovaskuler sampai batas 3 mg/kgBB masih aman, clearance ondansetron pada
wanita dan orang tua lebih lambat dan bioavailabilitasnya 60%, ikatan dengan
protein 70-76%, metabolisme di hepar, diekskresi melalui ginjal dan waktu paruh
3,5-5,5 jam. Mula kerja kurang dari 30 menit, lama aksi 6-12 jam (John, 2005;
Pranowo, 2006; Kovac, 2000).
c. Farmakodinamik
Ondansetron
adalah golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) merupakan obat yang
selektif menghambat ikatan serotonin dan reseptor 5-HT3. Obat-obat anestesi
akan menyebabkan pelepasan serotonin dari sel-sel mukosa enterochromafin dan
dengan melalui lintasan yang melibatkan 5-HT3 dapat merangsang area postrema
menimbulkan muntah. Pelepasan serotonin akan diikat reseptor 5-HT3 memacu
aferen vagus yang akan mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga dilepaskan
akibat manipulasi pembedahan atau iritasi usus yang merangsang distensi
gastrointestinal (Pranowo, 2006). Efek antiemetik ondansetron terjadi melalui:
a). Blokade sentral pada area postrema (CTZ) dan nukleus traktus solitarius
melalui kompetitif selektif di reseptor 5-HT3 b). Memblok reseptor perifer pada
ujung saraf vagus yaitu dengan menghambat ikatan serotonin dengan reseptor pada
ujung saraf vagus (White, 1999; Tong, 2003).
d. Indikasi
dan Kontraindikasi
Indikasi
pengobatan dengan ondansetron adalah pencegahan mual dan muntah yang
berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan
sitostatika. Kontraindikasi pengobatan dengan ondansetron adalah keadaan
hipersensitivitas dan penyakit hati (Sulistia, 2007).
e. Efek
Samping
Keluhan
yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala,
flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, nyeri dada, susah bernapas, dsb
(Sulistia, 2007).
2.
METOKLOPRAMID
a. Kategori
: B
b. Farmakokinetik
a. Absorbsi
Metoklopramid dapat diberikan secara oral atau parenteral. Diabsorbsi cepat
dengan konsentrasi plasma maksimum tercapai 30-60 menit setelah pemberian oral
dan 1-3 menit setelah pemberian 0,2 mg/kgBB intravena (Morgan dan Mikhail,
1996). Kadar dalam plasma 40-80 ng/ml setelah pemberian oral metoklopramid 10
mg pada orang sehat dan puasa (Stoelting, 1999). Metoklopramid dimetabolisme
dihati (Stoelting, 1999).
b. Distribusi
Volume
distribusi dilaporkan 2,2-3,5 1/kg bb pada orang dewasa. Dapat melewati
placenta, dengan konsentrasi tinggi pada air susu ibu. Berikatan secara lemah
dengan protein plasma (terutama albumin) yaitu sebanyak 13-30% (Widana, 2000).
c. Eliminasi
Waktu
paruh eliminasi (t½Î±) 5 menit, dengan waktu paruh distribusi t1/2 β 2,5-6 jam.
d. Toksisitas
Efeknya pada motilitas gastrointetinal di antagonis oleh obat-obatan
antikolinergik (contohnya atropin) dan analgesic narkotik; efek sedatif
dipotensiasi oleh alkohol, hipnotik sedatif, penenang, narkotik; mempercepat
awitan aksi dari tetrasiklin, asetaminofen, levodopa, dan etanol, yang terutama
diobsorbsi dalam usus kecil; memperpanjang lamanya aksi suksinilkolin (melalui
pelepasan asetilkolin dan inhibisi dari kolinesterase plasma); melepaskan katekolamin
pada pasien dengan hipertensi esensial dan feokromositoma; dapat menimbulkan
perasaan ansietas dan kegelisahan yang sangat setelah suntikan intravena cepat;
dapat menimbulkan reaksi ekstra piramida (Omoigui,1997).
c. Farmakodinamik
Efek
gastrointestinal Metoklopramid bekerja secara selektif pada sistem cholinergik
tractus gastrointestinal (efek gastropokinetik). Metoklopramid merangsang
motilitas saluran cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi asam lambung,
empedu atau pankreas. Metoklopramid meningkatkan tonus dan amplitudo kontraksi
lambung terutama bagian antral, merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus
duodenum, dan meningkatkan peristaltik duodenum dan yeyunum sehingga terjadi
percepatan pengosongan lambung dan transit intestinal. Metoklopramid
meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian bawah pada keadaan istirahat.
Motilitas kolon atau kandung empedu hanya terpengaruh sedikit oleh
metoklopramid (Anonim, 2007).
d. Efek
antiemetik
Efek ini timbul berdasarkan
mekanisme sentral maupun perifer. Secara sentral, metoklopramid mempertinggi
ambang rangsang muntah di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), sedangkan secara
perifer menurunkan kepekaan saraf visceral yang menghantarkan impuls afferent
dari saluran cerna ke pusat muntah (Darmansjah, 2001).
e. Efek
pada sistem saraf pusat
Memiliki efek anti mual dan efek
sedasi. Efek anti mual karena kemampuannya pada sistem saraf pusat memblok
reseptor-reseptor dopamine terutama reseptor D-2, pada chemoreseptor trigger
zone (CTZ) (Widana, 2000).
f. Efek
samping
umumnya ringan dan sangat jarang,
meliputi: mengantuk, disporia, agitasi/gelisah, distonia, oedem periorbita.
Efek samping utama pada kardiovaskular: hipertensi, hipotensi, aritmia (Widana,
2000).
Pada SSP : mengantuk, reaksi ekstra
piramida akatisia, insomnia, ansietas. Pada gastrointestinal : mual dan diare.
Lain-lain : galaktore, ginekomastia, hipoglikemia (Omoigui, 1997). Umumnya
terjadi pada dewasa muda, terjadi 36 jam setelah pemberian, meskipun sangat
jarang ditemukan pada sekali pemberian (Widana, 2000).
Thanks So much
ReplyDelete