1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Pengertian QA
(Quality Assurance)
Program
menjaga mutu atau jaminan mutu (Quality Assurance) adalah suatu proses
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif, dan terpadu
dalam menetapkan masalah maupun penyebab masalah mutu layanan kesehatan
berdasarkan yang telah ditetapkan. Dengan tujuan menetapkan masalah mutu
dan penyebab berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia,
menilai hasil yang dicapai dan menyusun rencana tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutu layanan kesehatan. Dalam usaha - usaha ini, elemen -
elemen utama yang mendukung quality assurance adalah :
1. Pengumpulan
data.
2. Menilai
dan analisis data.
3. Kegiatan
- kegiatan untuk penemuan masalah da sebab - sebabnya.
4. Mencari
solusi dan melaksanakannya
5. Pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan standar.
6. Proses
monitoring dan evaluasi.
Menurut
Dr. Avedis Donabedian, seorang ahli dalam QA pelayanan kesehatan, memberikan
beberapa definisi QA dari aspek proses pelayanan kesehatan sebagai
berikut
1. Menjaga mutu termasuk
kegiatan-kegiatan yang secara periodik atau kontinu menggambarkan
keadaan di mana pelayanan disediakan. Pelayananya sendiri
dimonitoring dan hasil pelayananya diikuti (jejaknya).
2. Dengan demikian
kekurangan-kekurangan dapat di catat, sebab-sebab dari kekurangan-kekurangan
itu diketemukan, dan dibuat koreksi yang diperlukan. Menghasilkan perbaikan
kesehatan dan kesejateraan. QA dalam hal ini adalah proses sirklus.
3. QA adalah semua penataan-penataaan
dan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk menjaga keselamatan, memelihara
dan meningkatkan mutu pelayanan
1.2
Quality assurance
(QA) Dalam Rumah Sakit
Quality
assurance (QA) dalam
rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan fundamental khsususnya bagi
manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder, sebab dampak dari QA
menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya
QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di masyarakat. Bagi
Pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan
baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati2
dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat
menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah
sakit.
Dalam
konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah
sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu :
1.
Aspek
Klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait
dengan teknis medis.
2.
Efisiensi
dan efektivitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan
terapi yang berlebihan.
3.
Keselamatan
pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan
keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dll.
4.
Kepuasan
Pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan kecepatan
pelayanan. Untuk kepuasan pasien, umumnya indikator yang digunakan sebagai
objektif adalah jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat
pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dsb.
Bagaimana bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam
seminar survai kepuasan pasien di RS, ada empat aspek yang dapat diukur yaitu:
·
Kenyamanan
Aspek ini dijabarkan dalam
pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan
dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC,
pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll.
·
Hubungan
pasien dengan petugas Rumah Sakit
Dapat dijabarkan dengan pertanyaan
yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat
komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD,
rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi,
keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb.
·
Kompetensi
teknis petugas
Dapat dijabarkan dalam pertanyaan
kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi,
pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian
mengambil tindakan, dsb.
5.
Biaya,
Dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya,
biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat
masyarat yang berobat, ada tidaknya keringan bagi masyarakat miskin.
Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur.
Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi oleh
pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu, dan
pengaruh lingkungan. Dengan adanya informasi kepuasan pasien, bagi
manajemen rumah sakit akan memberikan gambaran seberapa bermutu pelayanan yang
diberikan kepada pasien, selain itu dari sisi marketing pasien yang puas
dapat menjadi tool marketing yang ampuh dengan mouth to mouthnya,
dan terakhir manajemen dapat memberikan prioritas untuk peningkatan pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
1.3
Quality assurance
(QA) Farmasi Rumah Sakit
Peningkatan
mutu dalam pelayanan kesehatan selain berorientasi kepada proses pelayanan yang
bermutu, juga hasil mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan
pelanggan atau pasien. Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi keinginan
pasien dapat dilihat dari tingkat kepuasan pasien yang dipengaruhi oleh
persepsi pasien terhadap pelayanan rumah sakit.
Salah
satu pelayanan yang terdapat di rumah sakit yaitu Pelayanan Kefarmasian yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah
Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru
yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Salah
satu kegiatan pemastian mutu adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan
untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan
serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara
terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan
sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Evaluasi
Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua kegiatan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan meliputi
:teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur
operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metoda evaluasi
yang digunakan, terdiri dari :
a)
Audit
(pengawasan) : dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.
b)
Review
(penilaian) : terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan resep.
c)
Survei
: untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung
d)
Observasi
: terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan
obat.
Subyek
dari tujuan pengaturan di rumah sakit, dan farmasi adalah salah satu bagian
yang diteliti. Dalam proses pembentukan hirarki tujuan, QA dicirikan sebagai
suatu tujuan kompleks tingkat tertinggi. Ini berarti bahwa pencapaian tujuan
dasar (misalnya, distribusi obat dan fungsi pekerjaan), tujuan menengah
(misalnya, konseling pasien dan inventory control yang baik), dan tujuan
kompleks tingkat rendah tertentu {misalnya, membaiknya pengemasan dan
manufaktur dan peningkatan peran klinis) penting untuk tercapainya jaminan
kualitas, suatu tujuan yang kompleks.
1.4
Aplikasi Quality
assurance (QA) untuk Farmasi Rumah Sakit.
Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan farmasi rumah sakit, ASHP mengembangkan sebuah
program berkualitas model quality assurance (Jaminan Mutu). Sebagai prasyarat
untuk setiap program QA, itu dianjurkan kebijakan penggunaan prosedur manual
secara up to date (kekinian), orentasi karyawan dan program pelatihan yang
memadai. Sistem distribusi obat yang terkendali dengan baik. Panduan ini
mencakup dasar terminologi QA untuk apoteker rumah sakit dan menunjukkan
pengembangan kriteria yang baik.
Panduan
QA membagi QA menjadi dua kegiatan terpisah. Salah satunya adalah program yang
dikendalikan hanya oleh apotek, seperti kontrol pendistribusian obat. Kedua,
meliputi hal2 tsb yang menjadi tanggung jawab bersama dari staf medis
departemen farmasi, seperti peninjauan kembali penggunaan obat-obatan.
Pada
tahun 1974, Beste dan de Leo, Tanggung jawab Farmasi adalah dalam jaminan
perawatan bermutu tinggi berkaitan dengan proses pengendalian obat."
Unsur-unsur penting dari sistem pengawasan obat adalah :
a)
membuat
standar pada semua fase siklus pengobatan,
b)
Metode
untuk mengingatkan tanggung jawab tersebut ketika standar ini tidak terpenuhi,
dan
c)
Kewenangan
untuk memperbaiki kinerja sub standar.
Mereka
mencatat bahwa pengendalian mutu harus diperluas ke bidang praktik farmasi,
seperti distribusi obat,farmasi klinis, pengendalian zat-zat, pengadaan obat,
dan proses produksi. Keuntungan utama dari program QA dapat dilihat sebagai
tujuan komprehensif dari program QA yang meliputi :
1.
Monitoring,
meningkatkan, dan mendokumentasikan kualitas layanan farmasi yang disediakan;
2.
Menjamin
hasil yang konsisten untuk layanan farmasi yang disediakan oleh masing-masing
apotek.
3.
Memastikan
kepatuhan terhadap peraturan, undang-undang, dan standar.
4.
Memberikan
stimulus untuk pendidikan dan pertumbuhan staf Professionalitas.
Prioritas
utama untuk QA dalam sistem ini adalah yang paling terlihat pada aktivitas
farmasi. Filosofinya menjamin kualitas dalam farmasi yang pertama menjadi
penting karena kredibilitas pada ruang lingkup penggunaan obat-obatan di mana
para profesional lainnya ikut terlibat dan memerlukan sistem distribusi
obat yang diandalkan.
1.5
Farmasi Klinik
dan Quality assurance (QA)
Burkle,
Matzke, dan Lucarotti mengembangkan program untuk memperkenalkan QA dalam
penerapan prinsip-prinsip farmakokinetik. Mereka menyatakan, "Sebuah
pendekatan yang lebih formal untuk jaminan mutu diperlukan jika layanan
klinis memerintah staf medis dengan rasa hormat, jika kita
ingin memperluas layanan. Kompetensi apoteker (ukuran struktural)
didirikan dengan pemeriksaan. Juga termasuk dalam program mereka yang
dikuliahkan, rekomendasi praktek latihan dipantau secara berkala
sesuai rekomendasi apoteker (ukuran proses).
1.6
Peninjauan
Penggunaan Obat dan Quality assurance (QA)
Peninjauan
penggunaan obat dianggap sebagai komponen dasar dari suatu program QA
yang lengkap.Peninjauan penggunaan obat merupakan kegiatan bersama para
staf medis dan farmasi, dan, dengan demikian, apotek mungkin memiliki kontrol
hanya atas pengumpulan data penggunaan obat-obatan.
1.7
Pendekatan Untuk
Penilaian Mutu
Penilaian
mutu adalah tindakan yang diambil untuk mengumpulkan informasi dan membandingkannya
dengan standar yang ditetapkan. Yang paling banyak digunakan
adalah taksonomi metode penilaian mutu layanan kesehatan yang dikembangkan
oleh Donabedian. Donabedian mendefinisikan tiga unsur jaminan mutu dalam
pelayanan kesehatan, yakni: struktur, proses dan hasil. Definisi Quality
Assurance (QA) adalah rangkaian aktifitas yang dilakukan untuk memonitor dan
meningkatkan penampilan sehingga pelayanan kesehatan adalah se-efektif dan
se-efisien mungkin. Dapat juga didefinisikan QA sebagai semua aktifitas yang
berkontribusi untuk menetapkan, merencanakan, mengkaji, memonitor, dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Aktifitas ini dapat ditampilkan
sebagai akreditasi pelayanan farmasi (apotek), pengawasan tenaga kefarmasian
atau upaya lain untuk meningkatkan penampilan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan dan praktek dari pharmaceutical care harus didukung dan
ditingkatkan dengan pengukuran, pengkajian dan peningkatan aktifitas apotek,
penggunaan kerangka konsep peningkatan kualitas secara sinambung. Dalam banyak
kasus kualitas pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan dengan membuat
perubahan pada sistem pelayanan kesehatan atau sistem pelayanan kefarmasian
tanpa perlu menambah sumber daya. Untuk menghindari kebingungan, taksonomi
Donabedian dan fokus pelayanan pasien dari definisinya ditinjau.
Struktur. Donabedian mendefinisikan struktur
sebagai alat, sumber daya, dan karakteristik yang relatif stabil pada penyedia
perawatan, termasuk lembaga. Dalam pengaturan farmasi, ini akan mencakup jaminan
kepercayaan dari petugas dan keakuratan sistem pendistribusian.
Menurut
Donabedian, penggunaan struktur sebagai teknik penilaian terbatas karena
"kurangnya pengetahuan tentang hubungan antara struktur dan kinerja."
Namun, struktur pada sistem pendistribusian pelayanan kesehatan memiliki
mekanisme jaminan mutu sendiri sebagai elemen penting untuk menjamin mutu.
Proses. Proses adalah serangkaian kegiatan
dari kedua sifat teknis dan interpersonal secara alami yang terjadi antara
penyedia pelayanan kesehatan yg membantu pasien. Proses penyediaan
pelayanan kesehatan dapat digunakan sebagai fokus untuk penilaian kualitas
hanya jika proses secara logis dihubungkan dengan hasil dan bukti
dari gabungan yang kuat. Dalam pengaturan farmasi, penggunaan
narkoba ulasan ini adalah contoh dari ukuran proses kualitas pelayanan.
Hasil. Donabedian mendefinisikan hasil
sebagai "perubahan saat ini dan masa depan status kesehatan pasien
yang dapat dikaitkan dengan pelayanan kesehatan." Namun, sulit untuk
menunjukkan bahwa intervensi pelayanan kesehatan tertentu adalah
satu-satunya penyebab hasil yang diamati. Penggunaan penilaian hasil dalam
praktik farmasi terbatas.
Hubungan
antara Struktur, Proses, dan Hasil. Ada Sebuah hubungan fungsional di antara
tiga pendekatan untuk penilaian kualitas pelayanan kesehatan (Gambar
1). Suatu struktur pelayanan dapat mempengaruhi proses
pelayanan, dan, pada gilirannya, proses dapat mempengaruhi hasil intervensi
pelayanan kesehatan. karena struktur akan berisi mekanisme QA, maka ada
hubungan logis antara pelaksanaan kegiatan QA yang sedang berlangsung dan hasil
pada pelayanan. Pada lingkungan dinamis farmasi rumah sakit, ada
umpan balik dari hasil ke struktur. Ini adalah
dasar sistem QA. Sementara hubungan logis ini mungkin tampak
jelas, dan bukti empiris memberikan pemahaman lebih lanjut, sampai saat ini
tidak ada bukti kesimpulan. Yang lebih susah pada keseluruhan
jaminan mutu melalui pendekatan proses telah menghasilkan beberapa
metode alternatif berdasarkan indikator terisolasi untuk mengukur seluruh
sistem kinerja.
INFO LEBIH LANJUT : WA : 085384690196
Comments
Post a Comment